Sabtu, 26 Februari 2011

Jangan Menyerah terhadap Ketakutan [SKDAG653]

Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tetapi ketakutan yang membuat kita sulit. Jadi jangan pernah mencoba untuk menyerah dan jangan pernah menyerah untuk mencoba (Iskandar Dachi).
Dalam kehidupan kita selalu menghadapi masalah yang juga merupakan suatu kesulitan. Jadi kesulitan atau masalah itu merupakan masalah biasa yang muncul, dan tugas kita untuk mengatasinya dengan berbagai usaha sambil berdoa mohon bimbingan Tuhan.

Kesulitan itu bukan merupakan penyebab, tetapi merupakan dampak atau akibat dari suatu tindakan atau prilaku kita. Banyak faktor yang menjadi penyebab kesulitan, misalnya ketakutan, kemalasan, ketidaksiapan dan lain-lain. Bila kita takut terhadap suatu hal tertentu, maka di dalam bawah sadar pikiran kita telah terbentuk suatu hambatan besar, dan dampaknya adalah kesulitan.

Janganlah takut terhadap kesulitan yang ada, tetapi kita perlu terus berusaha dan terus belajar untuk menyelesaikannya. Kesulitan itu membuat kita menjadi semakin hebat, semakin pintar, dan semakin kuat, karena ia merupakan suatu ujian agar kita dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi. Jadi janganlah pernah berpikir atau mencoba untuk menyerah, tetapi kita perlu terus melakukan percobaan dan berbagai hal untuk menyelesaikannya.

Jangan Gampang Menyerah

Editorial Media Indonesia / Jumat, 8 Oktober 2010 01:13 WIB


SEJAK lama bangsa ini terkenal memiliki semangat pantang menyerah. Sejak lama pula bangsa ini tersohor dengan semangat perjuangan. Kentalnya heroisme itu membuat bangsa ini mampu melawan dan lepas dari penjajahan.

Sayangnya, semangat itu hanya hebat di era perjuangan. Kini, setelah 65 tahun merdeka, semangat itu kian luntur. Yang muncul malah sebaliknya, semangat gampang menyerah dan tabiat mencari solusi yang gampangan.

Itulah yang pernah terjadi dalam beberapa waktu lalu, ketika privatisasi sejumlah sektor strategis, terutama BUMN, dilakukan secara gampangan. Terlepasnya perusahaan telekomunikasi dan perbankan ke tangan asing membuat negara tak lagi memiliki politik pengendalian secara penuh.

Ironisnya, langkah seperti itu dilakukan dengan argumen konyol. Ketika pemerintah selalu defisit dalam merancang APBN, maka dengan gampangnya BUMN-BUMN gemuk dijual ke tangan asing.

Padahal, banyak langkah lain yang bisa diambil bila defisit anggaran ingin dikurangi. Mulai dari bagaimana menekan tingkat kebocoran dan memperkecil korupsi, membuat langkah-langkah efisiensi, hingga memaksimalkan potensi sumber daya alam yang belum tersentuh.

Namun, pilihan-pilihan alternatif itu seperti terkubur oleh gairah mudah menyerah dan tabiat mencari solusi yang gampangan. Tak peduli kepentingan dan kedaulatan negara tergadaikan, yang penting dana bisa didapat untuk menutup kurangnya modal.

Beruntung, sedikit demi sedikit privatisasi BUMN secara ugal-ugalan itu mulai dikoreksi. Kementerian BUMN bertekad untuk tetap menguasai 60% saham BUMN di tangan pemerintah, dan berjanji tidak akan mengutak-atik ketentuan itu.

Karena itu, kita tidak juga lelah untuk selalu mengingatkan agar komitmen itu dipegang teguh. Termasuk di antaranya rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membuka opsi pengelolaan Bandara Soekarno-Hatta kepada pihak asing.

Bandara berkelas internasional itu memang tidak bisa dibanggakan. Mulai dari akses ke bandara yang kebanjiran, calo yang berkeliaran, preman, pedagang asongan, kerapnya listrik padam, hingga tidak berfungsinya radar pengatur lalu lintas pesawat karena usang. Bandara Soekarno-Hatta jelas memerlukan pemugaran dan pengembangan, baik perangkat keras maupun perangkat lunak, termasuk peningkatan kemampuan SDM-nya.

Akan tetapi, semua itu bukanlah persoalan yang tidak dapat diatasi oleh anak bangsa sendiri. Bandara Soekarno-Hatta adalah bandara yang sangat strategis dan jelas amat menguntungkan. Karena itu tidak heran jika dua pengelola bandara terbaik di dunia, yakni manajemen Schipol, Belanda dan Changi, Singapura, mengajukan diri menjalin kerja sama mengurus Bandara Soekarno-Hatta.

Menteri BUMN sudah menegaskan bahwa kesempatan pihak asing untuk terlibat dalam pengelolaan Bandara Soekarno-Hatta akan dibatasi pada investasi pengembangan infrastruktur dan pembenahan tata kelola saja. Adapun pengelolaannya tetap diserahkan kepada PT Angkasa Pura II.

Kita dukung pembatasan campur tangan asing itu. Kita juga dukung agar tekad itu bukan sekadar pembatasan, tapi juga menyadari dampaknya, siapa mendapatkan apa. Janganlah nanti setelah asing masuk, tapi anak bangsa menjadi anak tiri dan BUMN gigit jari.

Bandara Soekarno-Hatta harus dapat dibikin menjadi baik dengan sepenuhnya pengendalian dan pengelolaannya tetap di tangan anak bangsa sendiri, di tangan PT Angkasa Pura II. Syaratnya, BUMN ini harus membenahi diri. Itulah watak tidak gampang menyerah.

Jika mental gampang menyerah diterus-teruskan, saking putus asanya kita melihat kelakuan wakil rakyat, DPR pun pantas di-outsourcing ke pihak asing.